Jumat, 04 Maret 2016

Kepadaku, Kamu pun Jua, Cita-cita (part 1)




Bintang dan bulan selalu bersama, namun tak berarti mereka adalah satu. Daun dan pohon juga selalu bersama, malah dalam satu ikatan yang bernama tanaman. Pelangi ada setelah hujan datang membasahi bumi. Dua musim -musim hujan dan musim panas, yang sangat setia menemani bumi Pertiwi pun tak selamanya bersama, bersatu, padu. Begitu pula dengan saya dan sosok kharismatik nan bijaksana, Dian. Kami terlahir dari dua latar belakang keluarga dan lingkungan tempat tinggal yang berbeda. Tentunya, kami memiliki kepribadian yang berbeda pula.    Kami tak mengenal sejak kecil, bahkan remaja pun saya tak mengenal, siapa itu Dian? Seorang wanitakah? Atau laki-laki? Entahlah, tidak terlalu penting untuk memikirkan sebuah nama dengan sosok yang mendiskripsikan bagaimana seseorang tersebut.
Supel? Mungkin. Biasa? Tentu tidak. Sungguh luar biasa sosok saya yang hanya diciptakan satu saja oleh Tuhan di dunia ini. Tidak mungkin ada sosok ‘saya’ yang lainnya dengan kepribadian, bentuk fisik, dan tingkah laku yang sama. Tidak mungkin pula dengan cerita kehidupan yang sama. Itulah yang saya namakan dengan ‘istimewa’. Ya, saya memang benar-benar istimewa. Bagi saya, dunia saya adalah segalanya. Saya dan pikiran-pikiran saya tentang kehidupan ini. Saya dan tingkah laku saya adalah istimewa. Di mana tak ada seorang pun yang benar-benar saya anggap penting untuk dapat mengubah diri saya menjadi orang lain yang tak berkarakteristik. Sedikit sombong, namun itulah kenyataannya. Saya bersyukur kepada Tuhan, karena telah menciptakan sosok ‘saya’ di dunia ini dengan paket lengkap dengan kemasan pas berlabelkan ‘saya’.
***
            “Hi ! Kamu yang duduk di bukit ! Aku Dian. Salam kenal ya…” teriak Dian kepada saya.
            “Hi ! Kamu ! Sedang apa di sana?” teriak Dian untuk kedua kalinya.
            Tak sedikit pun rasa simpati saya kepada Dian, saya langsung pergi meninggalkan tempat itu. Bagi saya, ia hanyalah orang asing yang menganggu ketenangan saya saat itu.
            “Hi…” jawab saya dengan berlalu pergi tanpa melihat wajah Dian.
            “Sial ! Sombong sekali anak itu !” gerutu Dian dalam hati.
            Sejak siang itu, saya jadi tahu nama salah satu teman saya, Dian. Sosok sok kenal, terlalu ramah, pengusik, dan terlihat baik hati. Walaupun saya tidak begitu mengenalnya, hanya sekilas pandangan saja, itu pun dari kejauhan mata.
            Satu minggu, satu bulan, hingga enam bulan berlalu. Dian kini menjadi teman dekat saya, teramat dekat. Bahkan bisa dikatakan seperti saudara. Bercanda bersama, makan bersama, bermain bersama, mengusik orang-orang, hingga saling bertukar cerita, walaupun saya yang ternyata lebih banyak bercerita kepadanya daripada ia yang bercerita kepada saya tentang kehidupannya.
            Saya sering dianggap aneh oleh teman-teman dan orang-orang di sekitar saya. Mengapa? Karena sifat dan tingkah laku saya yang berbeda dengan kebanyakan orang di luar sana. Saya menganggap itu sebagai kelebihan dan kekurangan. Entah. Apakah benar demikian? Ya, terkadang, malah sering sekali saya diam ketika keadaan ramai, dan saya menjadi ‘sok’ ketika keadaan diam. Saya lebih menyukai diam dan melihat alam sekitar, melihat tingkah laku orang-orang, ketimbang bercerita tentang diri saya kepada banyak orang. Teman dekat pun tak banyak yang tahu tentang saya. saya hanya percaya kepada seorang yang benar-benar saya anggap sebagai ‘sahabat’, bukan ‘teman’. Sombong, sok, introfert, komitmen tinggi, itulah cara pandang sebagian orang tentang diri saya. Selain itu, saya juga tidak suka berpacaran. Teman dekat yang dikira kebanyakan orang gebetan, ada, tetapi saya tidak tertarik dengan mereka, atau lebih tepatnya belum tertarik. Saya masih ingin mengejar cita-cita saya dan memegang teguh komitmen untuk tidak berpacaran, untuk saat ini. Fokus dengan tujuan utama telah tertanam dalam otak, tingkah laku, dan diri saya. telah menjiwai raga ini untuk terus menjaga komitmen tersebut. Namun yang pasti, saya mencintai dan enjoy dengan diri saya sendiri.
            Begitu pula dengan Dian. Ia juga sosok yang manis, baik hati, dan berprinsip. Ya, tidak jauh beda dengan diri saya. Walaupun basic kami dari keluarga yang berbeda, terkadang, kami memiliki tingkah laku yang sama. Aneh memang, tetapi saya anggap itu hanya kebetulan semata. Dian belum pernah berpacaran, sama seperti saya. Namun Dian lebih baik daripada saya ketika bertemu lawan jenis dan bergaul dengan mereka. Sangat baik. Dian bisa menjadi sosok kakak yang bijak, orang tua yang menyayangi anaknya, dan sahabat yang selalu setia dengan sahabatnya.
            “Ian, kamu pernah ngrasa aneh gak dengan diri saya?” tanyaku dengan menatap bintang-bintang di langit legam nan damai di bukit samping sekolah.
            Nggak. Memangnya ada apa?” jawab Dian sambil berbaring di samping saya dan melentangkan kedua tangannya ke samping kanan kirinya.
            Enggak. Aneh aja gitu. Ada ya, orang seperti saya, hahaha…” candaku kepadanya.
            “Hahaha… tapi terkadang aku juga mikir kamu itu ‘lucu’. Lucu dengan sikap dan prinsip kamu yang sangat dipegang teguh itu. Aku juga sempat mikir, apa jangan-jangan kamu memang gak mau pacaran ya? Gak pengen seneng-seneng di masa mudamu, ya? Hahaha…”
            “Sebenarnya sih simple aja jawabannya, karena itu bukan tujuan utamaku saat ini. Saya lebih fokus dengan cita-cita menjadi seorang broadcaster dan traveller. Walaupun kamu tahu, tak satu pun keluarga saya yang mendukung saya. Tapi saya yakin suatu saat, dengan kegigihan saya, saya mampu meraih mimpi saya. Saya yakin.”
            “Ya, begitulah kamu dengan serangkaian cita-cita serta prinsip kamu. Aku doakan aja yang terbaik buat kamu. Eh, tahu, gak?? Hi !” sambil melirik ke arah saya yang ternyata saya telah tertidur pulas dengan lukisan simpul di wajah.
            “Yah, malah tidur nih anak. Yaudahlah. Gak jadi cerita!” gerutu Dian dengan wajah masam. Dengan menghitung banyaknya bintang di langit, akhirnya ia pun tertidur di samping saya.

**bersambung**

2 komentar:

  1. Mantap. "Bintang dan bulan selalu bersama, namun tak berarti mereka adalah satu." Lanjutkan!

    BalasHapus
  2. ciee yang komen hehehe :D
    Makasii :))

    BalasHapus